Cerita Mudik 2022
Alhamdulillah tahun ini saya bisa mudik. Masyaallah, hadza min fadhli robbi. Ada cerita yang menarik untuk saya abadikan, dari pengalaman mudik. Yaitu:
- Creating Story
- Durian jatuh
- Borobudur
Sebelumnya kita ulas sejenak arti mudik. Mudik berasal dari bahasa melayu, ada kan istilah hilir - mudik. Mudik artinya hulu. Pulang ke kampung adalah bergerak menuju hulu (tempat asal) kita untuk mengingat lagi sejarah kecil dulu. Bahwa kamu itu asalnya itu dari kampung.
Create Your Story
Saat saya sampai di rumah pada mudik lebaran tahun 2022 ini. Tidak hanya mengobati kekangenan karena 2 tahun tak bisa mudik karena pandemi covid19. Namun saya juga menjumpai berbagai sejarah yang pernah saya bikin saat dulu tinggal di kampung.
- Menemukan foto kami berdua sesaat sebelum menikah. Sekilas membuat saya jadi flashback tentang perjuangan mencapai keluarga kecil. Tak banyak cerita indah antara kami berdua dulu. Namun pencapaian kami hingga sejauh ini amat saya syukuri.
- Masuk di kamar, saya jadi ingat dulu sehabis sholat jumat, ketika sedang tidur siang, saya dapat panggilan interview kerja oleh seorang perempuan (yang sekarang orang perempuan itu tiba di kamar ini). Percaya atau tidak, orang yang manggil saya itu sekarang sampai di kamar ini dengan 3 buah hati kami. Kamar juga tempat saya menemukan bakat sebagai seorang desain grafis. Kenangan bersama ayah saya waktu kecil, tidur di kamar dengan gelap-gelapan. Dengan jendela masih terbuka, ayah nidurin saya. Dia tidur belakangan. Di kamar juga saya merakit meja dari kayu. Membuat box radio. Hingga menemukan kedewasaan. Kamar menjadi tempat vital, bagi setiap pribadi untuk tumbuh mandiri. Kamar adalah ruang yang bebas untuk berkreasi. Kamar, seharusnya dimiliki oleh setiap anak yang memiliki impian dan cita-cita tinggi. Namun, mungkin tidak semua orang tua bisa mewujudkan kamar untuk buah hatinya. Jika begitu maka harus ada ruang yang bisa menyalurkan kreativitas dan kebebasan berfikirnya. Entah itu ruang kecil, meja belajar, almari. Berikan mereka "meaning" untuk bisa mendesainnya.
- Klipping di dinding masih ada. Berupa potongan foto-foto barang yang saya impikan sewaktu kecil dulu yang pernah saya tempel di lemari kayu. Beberapa gambar ada yang berkaitan dengan aktivitas dunia kerja saya saat ini (properti), teknologi (laptop, kamera), internet, komputer, design grafis. Melihat ini saya merasa seperti terhubung oleh titik-titik yang saya buat saat kecil dulu dan terkejutnya saya. Bahwa, yang saya abadikan itu adalah yang saya kerjakan dan gunakan. Allahauakbar. Padahal dulu itu sebuah impian yang tak pernah kebayang wujudnya.
Moral of story
Bicara sejarah, saya merasa rugi kenapa yang saya lihat hanya sedikit. Yang saya buat tidak banyak. Coba saya bisa berbuat banyak pasti energi positifnya akan terhimpun lebih besar lagi.
Misalnya, contribute ke desa, mushola, tetangga, fasum, dll.
Buat kalian Nadira, Salman, Sulaiman buatlah sejarah. Create your story right now! Supaya saat nanti kalian kembali ke kampung sehabis dari tanah rantau, bisa besar syukurnya dan menjadi lebih bermanfaat.
Durian Jatuh
Ada musim tertentu saat di Dusun saya panen durian. Sekitar Maret-April. Nah, tahun ini durian ayah saya tidak berbuah banyak. Meski ada sedikit, tapi tidak memungkinkan untuk sampai ke saya. Karena mudiknya sudah di bulan Mei (lewat masa panen raya). Ortu saya tahu bahwa saya suka durian. Namun, malangnya saya ga menikmati durian di masa panen raya.
Ada satu pohon durian milik sebuah PT. Nah, semua buahnya sudah dibeli oleh bakul. Sampai kata ibu saya sudah gak dipedulikan sisanya karena sudah capek. Nah, ada satu buah di ranting pohon duren yang cukup besar. Dia ada diatas jalan yang biasa ayah ibu lewati menuju kebun. Setiap kali lewat, ibu dan ayah ingat saya yang suka durian tapi gak pernah ngalamin panen durian.
Akhirnya pae dan mae selalu berdoa agar kalau bisa Allah rezekikan durian yang ada di ranting pohon itu buat saya. Ayah berdoa sejak bulan Rajab, sewaktu buahnya masih kecil, katanya. Tiap kali ke kebun, berdoa agar nanti saat durian itu jatuh yang nemu Ayah saya. Begitu juga ibu saya, demikian doanya.
Hingga pada suatu hari saat hendak menuju kebun, ayah saya dikejutkan oleh hilangnya buah durian itu. Durian itu sudah tak ada di ranting pohonnya. Sudah terjatuh. Tak terlihat lagi menggantung di atas ranting seperti biasanya.
Ayah saya sedih, dan pasrah ternyata durian itu mungkin bukan rezeki anaknya yang selama ini ditunggu-tunggu pulang. Nah, ini adalah hari dimana dua hari besoknya saya sampai rumah. Ayah saya, masih menyisakan sedikit rasa penasaran. Ayah ingin mencoba mencari dibawah pohonnya, barangkali masih ada disitu buahnya. Beliau beranjak naik, hingga sampai tepat dibawah pohon durian dan betapa kagetnya bercampur antara percaya atau tidak bahwa buah durian itu berwarna kuning ada dibawah pohon tertutup daun. Masyaallah. Dan atas izin Allah serta perjuangan doa ayah dan ibu (selama tiga bulan). Satu buah durian yang utuh itu, benar-benar menjadi bukti untuk semakin percaya dengan sang pencipta. Bahwa setiap doa, keinginan, walaupun seremeh buah durian bisa nyata bekerja. Terwujud dengan mudah bagi Allah. Addu'au silakhul mukmin. Maasyaa Allah.
Ibu saya menceritakan dengan bangga, sambil menyerahkan buah durian ke saya malam itu.
Maen ke Borobudur
Satu yang memanggil saya untuk berkunjung ke Borobudur ialah karena sering melihat penelitiannya KHFB (KH. Fahmi Basya) di Youtube yang menyatakan bahwa borobudur peninggalan Nabi Sulaiman. Selain itu, saya ingin mengenalkan objek wisata yang menjadi warisan keajaiban dunia itu ke anak-anak. Rupanya, ini langsung bermanfaat bagi Nadira pada hari-hari kemudian ketika dalam suatu pelajaran di sekolah ditanya oleh gurunya siapa yang pernah pergi ke Borobudur dia menjadi satu murid yang mengangkat tangannya.
Namun sayang seribu sayang. Tak banyak yang bisa saya ceritakan tentang borobudur, karena rupanya akses menuju candi ditutup karena virus covid19. Kami hanya bisa memandangi candi, mengamati dinding-dinding yang penuh dengan simbol-simbol dari kejauhan. Cuaca di puncak candi, panas sekali. Jadi kami hanya mengabadikan momen sesaat lalu turun ke bawah. Kalau teman-teman kesini, sebaiknya bawa topi saja. Meski ada banyak penyewaan payung, tapi sangat repot dan masih lebih nyaman pakai topi.
Kami berlima sangat lelah siang itu dan turun dengan menyewa kereta. Sesampai dibawah, kami masih diuji dengan jalan exit yang sengaja dibuat muter-muter diantara para pedagang di kiri dan kanan jalan. Anak-anak meminta pesawat-pesawatan yang terbuat dari strereofoam, dan kami segera mencari warung penjual minuman dingin. Karena di dalam lingkungan candi, tidak boleh membawa makanan.
Kami kehujanan di pirikan, dan meneruskan perjalanan setelah mengenakan jas hujan. Dengan motor beat, kami berlima tuntas menjajaki jalanan Magelang hari itu.





Posting Komentar untuk "Cerita Mudik 2022"
Posting Komentar