Membaca untuk memahami
Sejak tahun 2010 saya mulai mengenal dan membaca buku. Tepatnya saat kerja di Depok. Saya sering main ke Gramedia Margonda, bersama teman saya Ngadiyanto dan Ibrahim. Kami mengoleksi buku-buku saat itu karena sudah punya penghasilan sendiri dari bekerja, kami memburu pertama-tama dari tumpukan buku di rak lantai bawah yang diobral dan harganya murah-murah. Pernah suatu kali, kami rebutan satu buku di tumpukan itu dan Ngadiyanto menang.
Sejak kenal gramedia, saya mulai mengoleksi buku lain mulai: The Cashflow Quadrant, Sumo, Tips Corel draw, rahasia shalat tahajjud dan subuh, 7 Keajaiban Rezeki, dll. Kadang saya sendirian pergi ke Gramedia naik KRL saat masih pakai tiket dari kertas. Ketika membaca buku-buku saat itu, saya masih bekerja di sebuah perusahaan pembuatan obat herbal. Ada satu buku yang membuat saya begitu termotivasi, sampai-sampai mendesak saya harus segera resign dari tempat kerja. Buku itu adalah The Cashflow Quadrant. Namun sejak membaca sekitar tahun 2013, saya tidak pernah bisa resign dan baru bisa resign pada tahun 2017.
Ada satu buku yang berhasil mengubah hidup saya, buku itu 7 Keajaiban rezeki Ippho Santosa. Begitu selesai membaca, saya langsung mempraktekkan isinya seperti yang penulis minta dan bisa mendapatkan dana dari investor sebesar 10 Juta. Amazing! Akhirnya dana itu saya gunakan untuk mendirikan bisnis server pulsa elektrik. Saya merakit sendiri alat-alatnya, membeli softwarenya saat itu saya menggunakan OtomaX. Sayangnya saya menjalankan bisnis tersebut berbekal nekat, karena masih pemula, dan saya menjalankan bisnis sambil kerja. Istri dirumah yang bagian teknis mengurusinya. Pada akhirnya bisnis itu memberi saya pelajaran berupa kerugian financial. Dan karena menyisakan utang, bisnis itu kami suntik mati pada tahun 2019. Meski tidak besar jumlahnya, namun baru tuntas dalam waktu yang cukup lama, hampir 9 tahun. Gilak! Itu saya anggap sebagai fase-fase awal mengenal buku. Menerapkan ilmu secara "bras-bres" tanpa mentor/guru.
Photo by Teslariu Mihai on Unsplash
Pada masa pandemi, saya mulai banyak mengoleksi buku-buku non-fiksi. Mulai dari Atomic Habit, Ikigai, Rework, The Magic of Thinking Big, How to Win Friends dan lainnya. Saat membaca buku-buku tersebut, saya membaca masih sekedar untuk mengetahui saja. Ada juga karena saya butuh hiburan dari problem yang menghampiri kehidupan saat itu saya membeli Sebuah seni untuk bersikap bodo amat, ada yang saya baca karena ingin mengenal lebih dalam kepribadian saya melalui buku Quiet. Ada juga buku yang terbeli karena terpancing sama deskripsi. Itu saya anggap sebagai fase kedua saya dalam membaca buku. Saya terpaku pada buku-buku kesukaan saya yang lebih cenderung berjenis non-fiksi.
Baru-baru ini, saya membaca kembali buku-buku lama yang telah saya punya. Dalam membaca kali ini saya benar-benar bersungguh-sungguh mencari benang merah atas apa yang sebenarnya buku itu sampaikan. Tentu, buku-buku yang saya utamakan untuk dibaca ulang adalah buku yang lebih relate dengan permasalahan saya saat ini demi mendapatkan gambaran solusi dari sudut pandang yang lain. Buku yang saya pilih: Mindset Carol Dweck supaya terus semangat dalam belajar dan berani jika gagal. On Writing Well karena saya terbiasa menulis di blog, sehingga perlu membiasakan mengedit tulisan. How To Win Friend karena saya sering bertemu konsumen & Easy Financial Tendi untuk merapikan ulang keuangan pribadi.
Ada pemahaman yang berbeda dari membaca buku kedua kalinya. Membaca dua kali buku dengan judul sama memberi sensasi seru dan pemahaman yang lebih baik karena kita mungkin telah berkembang seiring waktu.
Pada fase ini, saya memberi sebutan kepada diri saya sendiri sebagai fase ke-3, yaitu membaca yang benar-benar terasa damai, tenang, tidak buru-buru, lebih memahami maksud isi bukunya, merasa seperti punya kedekatan dengan penulisnya, lebih fokus, bahkan bisa lebih cepat selesai. Easy Financialnya Tendi dan pak Ahmad Gozali sebanyak 140 halaman selesai saya kaji ulang pesan-pesannya hanya dalam 3 hari yang biasanya sebulan gak selesai. Hehe.
Yang lebih menarik, di fase ke-3 ini saya mulai kepincut dengan buku-buku fiksi. Sebelumnya, saya hanya bisa menyelesaikan satu buku fiksi, The Alchemist. Buku fiksi kedua yang berhasil saya tuntaskan adalah The Old Man and the Sea. Selain fiksi, saya juga mulai tertarik dengan Esai. Rasanya saya ingin menghajar otak saya dengan bacaan-bacaan yang tak biasa (fiksi), dan nanti mungkin untuk yang non-fiksi akan mencicipi topik lain seperti budaya dan politik, filsafat, hukum hingga puisi. Sekarang masih belum sampai ke sana. Sekarang sedang di fase seru-serunya baca buku lama yang ada. Membaca buku dengan fokus dan karena benar-benar untuk memperdalam pengetahuan.
Meski saya merasa waktu yang berlalu sia-sia, karena hampir semua bacaan yang pernah tuntas seperti tidak membekas di kepala. Memaksa saya harus membaca ulang dari nol. Tetapi, saya akan berjuang dengan tujuan supaya paham. Jika di luar sana terlihat ada yang berlomba banyak-banyakan baca buku. Biar saja. Itu tidak membuat saya merasa terlambat untuk memulai lagi. Karena ini fase baru yang saya niatkan ke Allah untuk mencari ilmu, mencari pemahaman.
Hingga akhirnya saya terngiang dengan doa lama saat mengaji di mushola sewaktu kecil: Robbi zidni ilman, warzuqni fahman. Amiin. Mungkin itu sebabnya di fase ke-dua saya tidak banyak memahami karena tidak sungguh-sungguh dan tidak membaca doa.

Posting Komentar untuk "Membaca untuk memahami"
Posting Komentar